PASAR ACEH

PASAR ACEH
suasana dipagi hari di pasar aceh

Senin, 17 Desember 2012

Puisi Cinta Habibie Untuk Ainun

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ....

B.J. Habibie

Rabu, 12 Desember 2012

BOSAN

Bosan banyak pekerjaan?Bosan kurang pekerjaan?Bosan melakukan sesuatu berulang-ulang?Hehehe
Bosan, ketika kita tidak menemukan kesenangan pada apa yang kita lakukan.. itu sangat membosankan kawan!!
Dengan adanya rasa bosan tersebut, Kita akan segera berhijrah, menempuh kehidupan yang lebih baik tentunya.
Hargailah rasa bosan itu untuk terus bersyukur kepada Allah swt.

ARAH PERJALANAN

Hidup ini belum selesai kawan,,(Jangan Bosan dan Menyerah begitu saja),,Mungkin yang lain sudah mati ditelan bumi, tapi kauu masih sehat dan masih mampu tersenyum saat orang lain tersenyum..
Masih banyak tantangan dan rintangan yang harus kau lewati,,
Semakin tinggi gunung yang kau daki,,yaa semakin banyak nafas yang kau butuhkan.. jadikan kompas sebagai petunjuk arah supaya kau tidak tersesat..

REFRESHING


Ketika refreshing mampu menghilangkat rasa bosan dan jenuh, menyegarkan kembali pikiran dan hati walaupun singkat tapi sangat menyenangkan penuh dengan kebersamaan dan kekeluargaan, smoga kita bisa terus mensyukuri atas nikmat yang diberikan Allah swt dari segala ciptaan Nya.

PERASAAN

Prasaan adalah sesuatu yang ada didalam hati, tanpa seorangpun yang mengetahuinya dan tersimpan dilubuk hati yang terdalam, hanya anda dan Tuhan yang tau prasaan anda.
prasaan itu bermacam-macam, ada suka, senang, sayang, cinta dan bahagia, tapi ada juga prasaan, tidak suka, benci, cemburu, kesal dan sedih.. semua tergantung hati anda..
jika sudah harus diungkapkan!! maka ungkapkanlah prasaan itu,,supa anda "tidak tersesat dan tahu arah jalan pulang" *Rumor - Butiran Debu :)

Jumat, 07 Desember 2012

APAKAH KAU TAU?? WAHAI SANG ANAK


APAKAH KAU TAU?? WAHAI SANG ANAK

Saat kau lahir dia selalu menjagamu, menyuapi  dan memamandikanmu.sebagai balasannya,kau menangis sepanjang malam.
Saat kau berumur 1 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.sebagai balasannya,kau lari disaat dia memanggilmu.
Saat kau berumur 2 tahun, dia memasakkan semua makanan kesukaanmu dengan kasih sayang.sebagai balasannya, kau serakkan makanannya kelantai.
Saat kau berumur 3 tahun dia memberimu pensil bewarna.sebagai balasannya, kaukau coret-coret dinding rumah dan meja makan.
Saat kau berumur 4 tahun, dia membelikanmu pakaian-pakaian yang mahal dan indah. Sebagai balasan nya, kau memakainya untuk bermain dikubangan lumpur dekat rumah.
Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikan sepeda,hadiah ulang tahunmu. Sebagai balasanya kau pulang kesorean.
Saat kau berumur  6 tahun, dia mengatarmu pergi sekolah dan mengaji. sebagai balasannya, kau berteriak “NGGAK MAU - NGGAK MAU”.
Saat kau berumur  7 tahun, dia membelimu bola. Sebagai balasanya, kau lempar bola kejendela tetangga.
Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim. Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.
Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal kursus B.inggris. sebagai balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah belajar.
Saat kau berumur 10 tahun, dia dia mengantarmu kemana saja, dari kolam renang hingga pesta ulang tahun.sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.
Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman – teman kebioskop. Sebagai balasannya kau minta dia duduk dibarisan lain.
Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk meliahat acara TV dewasa. Sebagai balasannya, kau tunggu dia sampai ketiduran.
Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut karena sudah waktunya. Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tau mode.
Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama sebulan. Sebagai balasannya, kau tak pernah menelponnya.
Saat kau berunur 15 tahun, pulang kerja ingin memelukmu. Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.
Saat kau berumur 16 tahun dia sarankan supaya kamu berhemat dan tidak boros. Sebagai balasannya,kau katakan, “Ibu tidak tau apa yang ku inginkan”
Saat kau berumur 17 tahun, dia membelikanmu HP bermerek baru. Sebagai balasannya,  kau habiskan pulsa untuk pacarmu.
Saat kau ber umur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMU. Sebagai balasannya, kau berpesta dengan teman – temanmu.
Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan dan mencarikan kos untukmu. Sebagai balasannya, kau berkata,”IBU..AKU LEBIH TAU DIMANA TEMPAT YANG TERBAIK BUATKU”
Saat kau berumur 20 tahun, dia selalu menghubungimu.sebagai balasannya, kau matikan HP  disaat dia menelponmu.
Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu dimasa depan. Sebagaibalasannya, kau katakana, “aku tidak ingin seperti ibu”.
Saat kau berumur  22 tahun, dia membelikanmu 1 set funitur untuk kos barumu. Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya funitur itu.
Saat kau berumur 23 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi. Sebagai balasannya, kau Tanya dia, kapan kau bisa ke Bali.
Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya dimasa depan.sebagai balasannya, kau mengeluh,”Aduuh, bagaimana ibu ini,kok kok bertanya seperti itu?”
Saat  kau berumur  25 tahun, dia membantu biaya pernikahanmu. Sebagai balasannya kau pindah kekota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.
Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakana padanya, “bu sekarang zamannya sudah berbada!”.
Saat kau berumur 40 tahun, dia menelpon untuk meberitahukan bahwa dia kangen denganmu dan keluargamu. Sebagai balasannya, kau katakana padanya,”Bu, kerja saya padat, jadi nggak bias pulang kampung”.
Saat kau berumur 50 tahun. Dia sakit – sakitan sehinga memerlukan perawatanmu. Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negative orangtua yang menumpang tinggal dirumah anak – anaknya.
Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang, Dan tiba – tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam hatimu bagaikan palu godam.
JIKA BELIAU MASIH ADA, JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH  KAU BERIKAN SELAMA INI.

MAKALAH LKII HMI DALAM LINTASAN SEJARAH INDONESIA


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa Yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan aktivitas sehari-hari. Shalawat beserta salam kita sanjung sajikan kepada nabi dan rasul kita, Rasul yang menjadi panutan semua ummat, yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat beliau yang telah membawa kita dari jurang yang penuh kesesataan menuju sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.
Suatu rahmat yang besar dari Allah SWT yang selanjutnya penulis syukuri, karena dengan kehendaknya, taufiq dan rahmatnya pulalah akhirnya penulis dapat menyelasaikan makalah ini guna  persyaratan untuk mengikuti Intermediate Training (LK II) Tingkat Nasional Yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta Timur. Adapun judul makalah ini adalah HMI Dalam Lintasan Sejarah Indonesia.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada HMI Cabang Banda Aceh dan juga rekan-rekan kader-kader HMI yang selalu berjuang, yang selalu memberikan saran, koreksi dan motivasi yang sangat membangun. Dan juga tidak lupa penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada Kanda-Kanda Alumni (KAHMI) yang juga tidak luput memberi bantuan kepada penulis, dari segi moril maupun materil serta ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk semua kader HMI Cabang Jakarta Timur yang telah berjuang untuk mengadakan Latihan Kader (LK II) ini dengan harapan dan tujuan yang sangat mulia.
Makalah ini merupakan hasil jerih payah penulis yang sangat maksimal sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan khilaf. Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurang dan jauh dari kesempurnaan. Jadi saran, kritik dan koreksi yang membangun sangat penulis harapkan dari rekan-rekan semua.

Akhirnya, kepada Allah jualah kita memohon. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita sebagai penambah wawasan dan cakrawala pengetahuan. Dan dengan memanjatkan doa dan harapan semoga apa yang kita lakukan ini menjadi amal dan mendapat ridho dan  balasan serta ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.     

Billahittaufiq Wal Hidayah

 


Bandan Aceh , 10 Februari 2011



                                                                                                     Penulis




DAFTAR  ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………….             i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………              iii
BAB  I    : PENDAHULUAN
A.      Latar belakang Masalah……………………………………………………………………….             1
B.      Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………….             2
C.      Tujuan Penulisan …………………………………………………………………………………             2
BAB II    : ISLAM DAN TANTANGGAN GLOBALISASI
A.      Sejarah Lahirnya HMI……………………………………………………………………………            3
1.       Tujuan HMI ……………………………………………………………………………………            4
2.       Krakteristik HMI …………………………………………………………………………….            4
3.       Tokoh-Tokoh Pemula HMI ……………………………………………………………..           4
B.      Peran HMI Dalam Pergulatan Politik Indonesia ……………………………………            5
1.       HMI di Era Orde Lama ..………………………………………………………………….           5 
2.       HMI di Era Orde Baru  …………………………………………………………………….           6
3.       HMI di Era Reformasi ……………………………………………………………………..           7
4.       HMI di Era Presiden Abdurrahman Wahid Hingga SBY …………………..         8
C.      Kondisi HMI di Masa Sekarang ……………………………………………………………..           11
1.       Kondisi HMI di Masa Sekarang ……………………………………………………….          11
2.       Pendapat Para Tokoh Terhadap Peranan HMI di Masa Sekarang …..      12
3.       Solusi Untuk Kemajuan HMI di Masa Yang Akan Datang ……………….        13

BAB III   :  PENUTUP
A.      Kesimpulan………………………………………………………………………………………….              16
B.      Saran –Saran ……………………………………………………………………………………….             17
DAFTAR PUSTAKA  …………………………………………………………………………………………………              18                                             

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Kondisi bangsa yang sedang berada di ambang kehancuran, serta butanya para generasi muda  terhadap pengetahuan agama pada saat itu, serta para komunis yang terus menerus menyesatkan ummat islam di Indonesia membuat seorang anak muda yang bernama Lafran Pane bertekad melahirkan sebuah organisasi yang dapat mewadahi seluruh generasi bangsa agar mereka terselamatkan dari jurang kehancuran, maka diberilah nama organisasi tersebut Himpunan Mahasiswa Islam atau lebih di kenal dengan singkatan (HMI).
            Sebuah cita-cita yang sangat mulia tentunya, mengingat adanya kesadaran pemuda untuk merubah kondisi bangsa yang sedang terpuruk.  Keislaman dan Independensi  merupakan icon besar yang di pajang oleh Lafran Pane di pintu gerbang HMI, dan hal itu bukanlah hanya fikti belaka yang beliau ucapkan, akan tetapi be
liau realisasikan dalam kehidupan nyata, terbukti ketika beliau menolak untuk menjadi pejabat pemerintah bahkan beliau di iming-imingi dengan sebuah jabatan besar yaitu Dewan Pertimbangan Agung, namun hal itu tidak dapat menggoyahkan independensi beliau sebagai pendiri HMI, beliau takut kalau beliau menerima jabatan itu generasi selanjutyan akan salah arah membawa bahtera HMI ini, karena jelas keberadaan HMI bak berada di tengah lautan yang besar yang setiap detiknya dapat terombang-ambing oleh ombak yang besar pula, namun pada akhirnya meskipun beliau menerima jabatan tersebut namun beliau tidak mau dirinya menjadi perwakilan dari partai-partai yang ada, sehingga pada saat itu beliau merupakan satu-satunya Dewan Pertimbangan Agung yang berasal dari organisasi mahasiswa.
            Seiring berjalannya waktu generasi yang ditinggalkan oleh Lafran Pane semakin menjurus ke arah partai politik, memangku jabatan strategis di dalam tubuh pemerintahan, serta sebagian diantara mereka menjadi wakil-wakil rakyat baik yang berada di pusat maupun yang berada di tingkat daerah. Apakah itu salah?, kalau pun hal tersebut salah, pertanyaan yang timbul selanjutnya siapa yang harus disalahkan?, Lafran Pane kah selaku pendiri?,Atau keberadaan HMI itu sendiri yang harus disalahkan?, tentu hal tersebut bukan kesalah dari Lafran Pane selaku pendiri atau bukan juga kesalahan dari HMI itu sendiri karena keberadaannya, akan tetapi hal tersebut tidaklah salah ketika para generasi HMI yang berada didalam struktur pemerintahan mampu memberikan konstribusi yang baik terhadap kemajuan bangsa, karena hal ini juga yang menjadi cita-cita dari keberadaan HMI itu sendiri. Namun ketika mereka melakukan kesalahan, pendiri tidak pernah salah, HMI tidak pernah salah, akan tetapi kesalahan tersebut mutlak milik individual.
            Kemidian bagaimanakah kondisi generasi sekarang yang memegang amanah para pendulu HMI, apakan kita akan menghancurkan HMI, ataukah sebaliknya kita akan menjadikan HMI kembali membumi di negeri Indonesia ini. Hal ini lah yang akan coba kita bahas dalam makalah ini di bawah naungan judul “HMI DALAM LINTASAN SEJARAH INDONESIA”
B.     RUMUSAN MASALAH
-          Bagaiman proses lahirnya HMI di negeri ini ?
-          Bagaimana peran HMI dalam pemerintahan ?
-          Serta bagaimana kondisi HMI di masa sekarang ?

C.    TUJUAN PENULISAN
            Keberadaan HMI tentu menjadi semangat tersendiri bagi sebagian orang dalam mengarungi pahit getir nya medan perjuangan, namun juga keberadaan HMI dapat menjadi hal yang paling menakutkan bagi kalangan-kalangan yang membenci hakikat dari kebenaran karena HMI adalah organisasi yang sangar menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran serta indenpendensi.
            Dari sisi inilah saya selaku penulis makalah mencoba untuk menuliskan torehan-torehan yang pernah di raih HMI serta peran dari kader HMI dalam perkembangan bangsa menuju kea rah yang lebih baik. Dan jugan bahan renungan bagi para kader penerus agar jangan hanya bisa menjadikan capaian orang-orang pendahulu kita sebagai ajang membanggakan diri, akan tetapi ketika amanah itu dititipkan kepada kita, bukan membuatnya semakin Berjaya malah kita membuatnya semakin terpuruk dan lenyap di telan masa. wallahu a’lam bisswab.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    SEJARAH LAHIRNYA HMI
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan Lafran Pane pada tahun 1947 dengan dasar keprihatinan atas kondisi umat Islam yang terpecah ke berbagai aliran keagamaan dan politik, serta terjebak dalam kebodohan dan kemiskinan. Saat itu, umat Islam di Indonesia terbagi dalam tiga golongan, yaitu golongan alim ulama yang menjalankan agama sesuai ajaran Nabi, golongan alim ulama yang terpengaruh mistik serta golongan yang berusaha menyesuaikan ajaran Islam dengan kehidupan nyata bangsa Indonesia. Golongan ketiga merupakan kelompok terkecil karena menurut Pane, saat itu agama Islam belum dipelajari secara mendalam. Selain itu, pendidikan dan mahasiswa juga dipengaruhi unsur dan sistem pendidikan Barat yang mengarah pada sekularisme.[1]
Untuk menuntaskan permasalahan itu, perlu ada suatu organisasi yang mewadahi mahasiswa (Islam) sebagai insan akademik bernafaskan Islam untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Penegasan HMI sebagai gerakan intelektual tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga HMI yang bertujuan, menjadikan kadernya (mahasiswa Islam) sebagai insan akademis dan pengabdi yang mendorong cita-cita untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur dalam ridho Allah SWT.[2] Pertentangan pada awal pendirian HMI yang menganggap Lafran Pane memecah belah mahasiswa ditanggapi Pane dengan mendatangkan penceramah untuk menyadarkan mahasiswa akan perlunya gagasan meningkatkan kesadaran ideologi, politik dan organisasi kepada mahasiswa Islam. Gerakan intelektual yang dilakukan HMI berfungsi merumuskan strategi- strategi yang diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan
Walaupun HMI bernafaskan Islam, ia tidak berniat mendirikan negara Islam. Sejak awal pendiriannya pun HMI tidak menolak Pancasila, bahkan HMI bertekad mewujudkan nilai-nilai Pancasila di dalam kegiatannya. Hal ini disebabkan HMI memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi serta Islam dan Pancasila tidak pernah dipertentangkan karena belum adanya larangan untuk menggunakan Islam sebagai dasar organisasi. Trikomitmennya yang terkenal, ”keislaman, keindonesiaan, kemahasiswaan” membuat HMI tidak terjebak pada fanatisme agama secara sempit namun juga menanamkan nilai nasionalisme pada tiap kadernya. Pada awal pendiriannya, HMI juga merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa yang independen saat itu, yang melakukan perannya sebagai organisasi kader dan perjuangan.[3]

1.      Tujuan HMI
Tujuan HMI ketika pertama berdiri :
·         Mempertahankan negara RI dan mempertinggi derajat rakyat indonesia.
·         Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam
Tujuan HMI saat ini adalah terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terbentuknya masyarakat adil makmur yang diridloi Allah SWT.
2.      Karakteristik HMI
Karakteristik yang sejak awal berdirinya HMI sudah melekat yaitu:
·         Berasaskan Islam ,dan bersumber pada Al Qur'an serta As Sunah
·         Berwawasan keindonesiaan dan kebangsaan
·         Bertujuan, terbinanya lima kualitas insan cita
·         Bersifat independen
·         Berstatus sebagai organisasi mahasiswa
·         Berfungsi sebagai organisasi kader
·         Berperan sebagai organisasi perjuangan.
·         Bertugas sebagai sumber insansi pembangunan bangsa.
·         Berkedudukan sebagai organisasi modernis.


3.      Tokoh-Tokoh Pemula Hmi
Adapun pemrakarsa/pendiri HMI ada 16 orang, mereka merupakan para generasi muda yang peduli akan kondisi bangsa dan agama pada saat itu. Mereka adalah Lafran Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisssaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainah, M. Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi dan Badron Hadi.
B.     PERAN HMI DALAM PERGULATAN POLITIK INDONESIA
1.      HMI di Era Orde Lama
HMI pada Orde Lama berasaskan Islam, namun tidak berencana mendirikan negara Islam. Bahkan, salah satu tokoh HMI, Dahlan Ranuwihardjo (ketua umum PB HMI 1951-1953) pernah berdebat dan mengusulkan kepada presiden Soekarno untuk menolak negara Islam dan menerima negara nasional atau NKRI. Sikap intelektual HMI ini bersifat independen.
Gagasan kerakyatan yang pernah di usung soekarno melalui partai nya yaitu Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927 membuat rakyat tertarik pada nya, serta Pendidikan Nasional Indonesia yang didirikan oleh Hatta. Asas PNI hatta itu tegas dengan mencantumkan azas kebangsaan dan kerakyatan di dalam anggaran dasar perkumpulannya. Azas kerakyatan kata hatta “ mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati rakyat yang banyak, dan aturan penghidupan haruslah sempurna dan berbahagia bagi rakyat kalau ia beralaskan kadaulatan rakyat. Azas kedaulatan rakyat inilah yang menjadi sendi pengakuan oleh segala jenis manusia yang beradab.[4]
Menjelang pemilu 1955 gerakan mahasiswa terbagi menjadi kiri (isu utama anti-kapitalisme, anti-nekolim dan anti-fasisme) dan kanan (isu anti-komunis & anti kediktatoran). Gerakan kiri misalnya GMNI dan CGMI yang berafiliasi dengan PNI dan PKI, sedangkan gerakan kanan misalnya HMI yang diindikasikan berafiliasi dengan Masyumi. Menjelang demokrasi terpimpin, bandul kekuasaan di bawah Soekarno semakin di sebelah kiri sehingga kelompok mahasiswa kanan mengalami kekalahan. Padahal, sejak diberlakukannya demokrasi terpimpin, gerakan mahasiswa mengalami ideologisasi yang juga terjadi pada semua organisasi pergerakan.[5]
Organisasi yang sesuai dengan ideologi negara dapat berkembang, sedangkan organisasi mahasiswa yang berseberangan dengan ideologi negara terkucilkan atau bahkan dicap kontrev (kontrarevolusi). Presiden Soekarno sempat akan membubarkan HMI karena menilai HMI melakukan tindakan anti-revolusi, reaksioner, aneh, menjadi tukang kritik, liberal dan terpengaruh oleh cara berpikir Barat.[6]
 Pertentangan semakin tajam hingga menjelang peristiwa Gestok (Gerakan Satu Oktober) 1965,[7] di mana kekuasaan Soekarno mulai goyah. HMI terlibat bersama kelompok yang banyak berasal dari kaum kanan berkongsi dengan militer mulai mengorganisasi diri untuk menggulingkan presiden. Pertarungan ini akhirnya dapat dimenangkan dengan tergulingnya Soekarno.[8]

2.      HMI di Era Orde Baru
Pada masa inilah HMI memiliki blunder secara internal, HMI mulai pecah menjadi dua kubu yang saling berseberangan antara satu sama lain. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah pada masa itu, Pemerintahan Soeharto  pada era Orde Baru sangat mengutamakan politik keseragaman dan pemusatan kekuasaan. Oleh karena itu, semua kekuatan sosial dan politik dipaksa untuk mengubah dasarnya dengan Pancasila. Jika menolak dapat berakibat dibubarkan. Tahun 1985, pemerintah mengeluarkan kebijakan UU  Ormas yang mewajibkan semua ormas memakai asas tunggal Pancasila.[9]
HMI pun terkena dampaknya. Kongres XVI di Kota Padang tahun 1986 menjadi saksi pengaruh  negara yang berlebihan untuk memaksakan asas tunggal. MPO (majelis penyelamat organisasi) HMI menolak menurut mereka Islam adalah satu-satunya ideologi yang mereka anut dan dengan menuruti pemerintah, berarti gerakan mahasiswa sudah melupakan karakteristik mendasar . HMI akhirnya pecah menjadi dua, HMI ”Pancasila” menjadi HMI yang ”resmi” diakui negara (tahun 1999 HMI-DIPO mengubah asas Pancasila menjadi Islam) dan HMI Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) yang tetap kukuh berasas Islam.
HMI-DIPO menilai MPO adalah pemberontak yang menyempal dari HMI, sehingga keberadaannya tidak sah. Sedangkan MPO menilai DIPO adalah sekelompok pengkhianat karena tunduk terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru. HMI DIPO dinilai lebih moderat karena mau menggunakan taktik menerima asas tunggal, sedangkan MPO dinilai lebih fundamental dan tidak mau menyerah pada pemerintah yg tirani. Pilihan HMI-MPO untuk “berhadap-hadapan” dengan rezim Orba, mau tidak mau menempatkannya pada posisi pinggiran (peripheral) sebagai organisasi.[10]
Kecenderungan yang amat kuat dari alumni HMI-DIPO yang berpengaruh untuk masuk dalam lingkup kekuasaan. Jabatan menteri menjadi mudah diraih bagi orang yang pernah menahkodai HMI. HMI yang menjadi bagian pendiri Orde Baru mengambil peran secara efektif sebagai sumber rekruitmen kepemimpinan nasional yang kemudian dikenal dalam doktrin organisasi; ‘HMI sebagai sumber insani pembangunan’. Banyak ditemui tokoh HMI yang mengisi birokrasi kekuasaan sehingga HMI ini tidak lagi menampilkan sosok herois yang terlibat penuh dalam pergerakan mahasiswa seperti ditunjukkan oleh para pendahulunya. Kolaborasi penguasa Orde Baru dengan mantan aktivis mahasiswa, termasuk alumni HMI, berdampak besar terhadap peran HMI yang hampir-hampir absen dalam setiap momentum kebangkitan gerakan mahasiswa.
Namun sebalik dengan nasib HMI-MPO  yang dianggap ilegal oleh pemerintah. Di masa Orba, organisasi ini ditekan dan dianggap sebagai "organisasi terlarang". Sekretariatnya terus dipantau oleh intelejen, kegiatannya direpresi, pendapatnya dipendam secara paksa.[11] Dalam kasus ini, cukup sulit untuk mengatakan sejauh mana peranan MPO pada masa Orba. Kegiatan mereka berkisar di masalah dakwah secara sembunyi-sembunyi di mushala-mushala kampus dan kampung yang menjadi konsentrasi pondokan mahasiswa. Yang mereka lakukan selama itu adalah membangun opini internal turun temurun mengenai kebobrokan orde baru. Selain itu juga ada fungsi regenerasi dengan menanamkan semangat dan cita-cita HMI pada saat awal didirikan, garis perjuangan organisasi, dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan nasib organisasi lain yang merongrong pemerintah orde baru, aktivis mahasiswa dibekukan lewat SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Daoed Joesoef, yang mengeluarkan kebijakan Normalisasi kehidupan kampus (NKK/BKK). Inilah kebijakan politis yang dilakukan pemerintah untuk meruntuhkan struktur-struktur organisasi mahasiswa dan sekaligus mengontrol aktivitas mahasiswa. Kegiatan mahasiswa hanya di kurung di seputaran kampus. Mahasiswa di bungkam dan intimidasi jika melakukan aksi menyuarakan aspirasi penderitaan rakyat, terutama lewat tekanan DO (druo out) bahkan sebagian diantara para aktivis yang masih kekeh mnyuarakan penderitaan rakyat, dan tidak mau mengubah azas organisasi di penjara.[12]
Namun pada akhirnya rezim orde baru tumbang di tangan mahasiswa, lewat aksi besar-besaran yang dilakukan oleh para mahasiswa yang tidak henti-hentinya hingga berhari-hari, kondisi yang seperti itu semakin menyudutkan posisi soeharto, efek dari demostrasi tersebut membuat harga semakin membubung tinggi, inflasi terjadi, pengrusakan dimana-mana, disaat itulah soeharto mengambil kebijakan untuk mundur dari kursi kepresidenan yang talah di dudukinya selama 30 tahun.[13]

3.      HMI di Era Reformasi
Pada era Reformasi, tepatnya pada periode kepemimpinan Habibie, sikap kedua HMI terbagi dalam dua macam gerakan. HMI-DIPO dengan gerakan konformis moderat mendukung presiden Habibie sebagai pemerintahan transisi, menerima SI MPR secara kritis serta mendesak diadakannya pemilu yang jurdil dan demokratis. Sebaliknya, HMI-MPO yang konfrontatif radikal menolak Habibie yang dianggap tidak konstitusional, menolak SI MPR dan hasilnya, serta menolak pemilu yang diselenggarakan Habibie. HMI-DIPO juga mengutamakan gerakan moral dan intelektual serta melakukan reformasi secara damai, sedangkan HMI-MPO memadukan aksi intelektual dengan aksi jalanan dan bersedia bentrok dengan aparat jika terpaksa. Sifat radikal yang menjadi ciri khas HMI-MPO menjadi nafas perjuangannya.

4.      HMI di Era Presiden Abdurrahman Wahid Hingga Masa Presiden SBY
Di era presiden Wahid, HMI juga berperan dalam menentang pemerintahan Gus Dur. Bersama dengan KAMMI dan Konsorsium mahasiswa Indonesia, mereka mendukung pembentukan Pansus Buloggate dan Bruneigate oleh DPR untuk menyelidiki keterlibatan KKN Presiden Wahid.[14]
Yang menonjol dari HMI –DIPO pada masa setelah reformasi justru bukan gerakannya, namun aktivitas para elitnya yang dikeluhkan sebagai terlalu berorientasi politik. Para elit HMI menganggap organisasi ini sebagai batu loncatan dalam karier politik mereka. Orientasi idealisme HMI telah berubah menjadi ambisi kekuasaan. Hal ini telah mengusik sejumlah alumni HMI hingga memberikan statement keras. (Alm.) Nurcholis Madjid misalnya, pada tahun 2002 meminta HMI dibubarkan saja. Alasannya, orientasi para kader HMI condong menjadi pejabat.
Alumni lain juga bersikap serupa. Yasin Kara, anggota DPR dari Partai Amanat Nasional, dan Laode M Kamaluddin, Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam menganggap pergerakan HMI saat ini menjadi terlalu pragmatis dan cenderung untuk kepentingan politik jangka pendek. Tidak lagi memikirkan kepentingan bangsa kedepan. Pola kaderisasi yang dianut juga tidak berprospek jauh kedepan. Dalam hal ini, pola kaderisasi yang dimaksud adalah doktrinasi terhadap kader-kader baru.
Alumni-alumni baru HMI kini banyak tersebar di partai-partai politik. Namun bukan berarti HMI kemudian menjadi kekuatan besar yang memiliki banyak pengaruh di partai politik. Keterlibatan mereka lebih sebagai kepentingan individu alumni. Dalam berbagai isu-isu bangsa, HMI juga sepi aksi dan sikap. Elite organisasi justru sibuk memikirkan nasib politik mereka sendiri. Bukan lagi memikirkan organisasi kedepannya.
Penyebaran alumni HMI juga seolah terseparasi sesuai asal mereka. Misalnya, Alumni HMI-DIPO cenderung lebih memilih Golkar dan partai-partai konservatif sebagai kendaraannya setelah "lulus" dari HMI. Sedangkan HMI-MPO memilih partai yang cenderung revolusioner dan "segar" semacam PKS dan partai lainnya. Alumni MPO juga ditekankan untuk tidak bekerja sebagai pegawai negeri. Sikap anti-pemerintah yang ditunjukkan MPO bukan berarti mereka hendak mendirikan negara Islam. Mereka hanya ingin membangun sebuah peradaban yang menurut mereka hanya mungkin dicapai jika dasar organisasi adalah Islam.[15]
Barangkali banyak orang yang tidak menyangka bahwa sesungguhnya Gus Dur punya kedekatan kepada HMI-MPO. Meski secara idiologis, ada beberapa perbedaan yang cukup jauh antara Gus Dur dengan HMI-MPO, akan tetapi lebih banyak kesamaan ide dan sikap politik antara keduanya. Yang saya tahu ada perbedaan cukup tegas antara HMI-MPO dengan Gus Dur dalam soal Asas Tunggal dan soal Israel. Tahun 80-an, saat asas tunggal diterapkan, Gus Dur bersikap mendukung, sementara HMI-MPO secara tegas menentangnya. Demikian pula dalam menyikapi Israel, Gus Dur lebih memilih membangun komunikasi dengan mereka, sedangkan HMI-MPO tidak mengakui keberadaan Israel. Namun demikian, dalam hal sejarah dan pemikiran-pemikiran politik banyak sekali kesamaan antara HMI-MPO dan Gus Dur. Di mana letak kesamaannya?
Sejarah politik Gus Dur dan HMI-MPO adalah sama-sama sejarah perlawanan terhadap rezim kekuatan Orde Baru. Keduanya pernah sama-sama dimarjinalkan oleh rezim dan memilih bergerak diluar struktur negara. Jika Gus Dur banyak bergerak melalui pemberdayaan masyarakt sipil, maka HMI-MPO melakukan perlawanan dengan negara melalui masyarakat mahasiswanya. Penolakan HMI-MPO terhadap asas tunggal pancasilan bukanlah penolakan terhadap pancasila itu sendiri. Penolakan HMI-MPO terhadap penerapan Asas tunggal pancasila justru merupakan sikap HMI-MPO memperjuangkan nilai-nilai Pancasila. Salah satu nilai paling esensi dari Pancasila adalah penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan idiologi, akan tetapi Suharto dengan asas tunggalnya justru mengangkangi Pancasila karena menafikan perbedaan. Maka sikap HMI-MPO yang mengambil jalur perbedaan dengan tetap teguh mempertahankan Islam sebagai asas organisasi pada hakikatnya adalah pembelaan terhadap pancasila itu sendiri. Dalam hal ini, maka bisa dikatakan bahwa ada kesamaan pandangan antara HMI-MPO dengan Gus Dur.
Kesinergian perjuangan HMI-MPO dengan Gus Dur ini semakin kentara pada awal tahun 90-an, ketika tekanan terdahdap HMI-MPO untuk rekonsiliasi dengan HMI-Dipo semakin kuat datang dari alumni. Saat itu, kader-kader HMI-MPO banyak yang menjaga jarak dengan tokoh-tokoh alumni HMI. Sebagai kompensasinya, selain kader-kader HMI-MPO menjadi lebih dekat dengan tokoh-tokoh pergerakan pewaris Masyumi seperti DDII dan tokoh-tokoh di luar HMI lainnya. Tidak sedikit tokoh-tokoh HMI-MPO yang kemudian memiliki kedekatan dengan Gus Dur. Sebagaimana diungkapkan oleh Lukman Hakim Hassan (Ketua Umum PB HMI-MPO 1995-1997), awal tahun 1990-an rata-rata kader HMI Cabang Yogyakarta justru mengidolakan Gus Dur sebagai panutan.[16]
Pada saat reformasi 1998, pasca kejatuhan Suharto, ketika kebanyakan organisasi kepemudaan Islam mendukung naiknya BJ Habibie sebagai Presiden, HMI-MPO justru mengusulkan kepemimpinan presidium di mana salah satu nama yang diajukan adalah Gus Dur. Tahun-tahun itu jelas sekali, HMI-MPO mengalami kedekatan sikap politik dengan Gus Dur.
Selanjutnya, tahun 1999, saat pemilihan presiden, HMI-MPO secara mendukung Gus Dur sebagai presiden. Dan ketika kemudian Gus Dur diturunkan pada tahun 2001, selain Nahdliyyin, HMI-MPO adalah satu-satunya organisasi Islam yang sepenuh hati membela Gus Dur. Pernyataan-pernyataan politik Ketua Umum PB HMI-MPO, Yusuf Hidayat, waktu itu jelas sekali mendukung Gus Dur.
Tahun-tahun selanjutnya, satelah Gus Dur lengser, kedekatan Gus Dur dan HMI-MPO semakin nyata dalam bentuk sikap-sikap politik yang saling koinsiden. Sebagai contoh sikap penolakan terhadap pemilu 2004 yang menaikkan SBY untuk pertama kalinya. HMI-MPO adalah bagian dari sedikit elemen yang menolak Pemilu 2004 dan Gus Dur adalah tokoh simbol penolakan pemilu tersebut. HMI-MPO dan Gus Dur sama-sama tidak percaya pemilu 2004 dan sama-sama mengambil sikap Golput. Alasan penolakannnya adalah karena pada pemilu tersebut adalah karena keduanya tidak mempercayai KPU sebagai penyelenggara pemilu. Buktinya, pasca pemilu 2004, hampir semua anggota KPU tertangkap KPK karena terbukti korupsi. Alasan lain penolakan terhadap Pemilu 200 adalah karena masih banyak aktor-aktor lama, pewaris orde baru, yang ikut bermain dalam pemilu. Hal ini tidak baik, karena mereka akan menggunakan prosedur demokrasi (pemilu) untuk mengangkangi demokrasi itu sendiri. Sementara alasan ketiga adalah masih kuatnya pengaruh militer dalam bursa pemilihan calon presiden. Sebagai Pjs. Sekjend PB HMI-MPO waktu itu, saya masih ingat sekali bersama Gus Dur tampil dalam dialog Trans TV sebagai perwakilan kelompok Tolak Pemilu dan Golput.
Selanjutnya, mungkin juga tidak banyak orang tahu kalau salah satu mantan orang terdekat Gus Dur yang membantunya mengolah isu-isu gender adalah kader HMI-MPO. Meski sekarang tidak lagi bekerja secara formal dengan keluarga Gus Dur, kader tersebut dulu pernah lama berkiprah dan bahkan tinggal bersamanya komplek Pesantren Ciganjur sana.
Kedekatan dan kesamaan pandangan-pandangan politik antar Gus Dur dan HMI-MPO ini tentu saja secara alamiah adalah suatu hal yang logis. Selain kesamaan sejarah pernah melawan rezim Orde Baru, kesamaan metodologi dalam mengambil sikap politik menjadikan HMI-MPO dan Gus Dur lebih sering bersikap sama. Lalu metode pengambilan sikap politik seperti apakah yang menjadikan HMI-MPO dan Gus Dur selalu sama? Keduanya menggunakan nilai-nilai independensi sebagai pijakan dalam bersikap.[17]

C.    KONDISI HMI DI MASA SEKARANG
1.      Kondisi HMI di Masa Sekarang
Banyak tudingan yang mengatakan HMI tidak lagi mampu mengembangkan peran yang luas dan terbuka seiring dengan perkembangan dinamika kampus, berbangsa, dan bernegara. Eksistensinya kini dipertanyakan kembali dan dinilai tidak lebih sebagai organisasi pinggiran yang bergerak dengan cara samar-samar. HMI seolah gagal menciptakan apentura-apentura untuk dapat lolos dari jebakan birokrasi dan kekuasaan-melalui kepemimpinan Orde Baru-hingga kini (di kutip dari tulisan syarifuddin Azhar yang dimuat di dalam bataviase.co.id, opini pelita).
Realitas ini cukup menyedihkan, khususnya bagi mereka yang pernah berkiprah dan memiliki romantisme dengan organisasi ekstrauniversiter terbesar itu. Masa kejayaan HMI yang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, tampaknya akan sulit terulang kembali. Bukan saja karena kekuatan HMI yang semakin surut, melainkan juga karena ia tidak lagi menjadi organisasi prestisius yang berprestasi. HMI kini secara bertahap menjadi sesuatu yang asing, bahkan di kalangan mahasiswa Islam sekalipun.[18]
Banyak mahasiswa yang sekarang ini menjadi aktivis masjid kampus atau kelompok studi agama enggan bergabung dengan HMI, meskipun mereka memiliki tujuan perjuangan yang sama. Walaupun HMI pernah menjadi besar dan banyak alumninya menjadi "orang besar" dalam pemerintahan, namun latar belakang historis dan segala contoh yang baik dan buruk dari para pendahulunya tampak kurang menjadi pendorong bagi anggota HMI sekarang untuk memacu prestasinya. Hal ini memunculkan penilaian yang agak minus bahwa kader HMI lebih pintar berdebat, sementara dalam karya nyata "nol besar".
Kalau dulu banyak gagasan intelektual yang muncul dari para kadernya mewarnai pemikiran pembaruan Islam di Indonesia, yang mencapai puncaknya pada era 1970-an ketika Nurcholish Madjid-sebagai salah satu contoh yang sangat menonjol ketika itu-melontarkan gagasan mengenai modernisasi dan sekularisasi pemikiran Islam, yang kemudian terkenal dengan ide "Islam Yes, Partai Islam No".
Tantangan zaman yang menjadi kecenderungan perkembangan global sekarang ini menuntut HMI sebagai organisasi kemahasiswaan untuk dapat membaca dan memantau ke arah mana kecenderungan itu berkembang. Dengan demikian, dapat secara tepat merumuskan antisipasi terhadap kecenderungan global tersebut, baik perkembangan makrostruktur politik maupun melalui mikrostruktur programnya.
Barangkali yang juga menjadi penting adalah bagaimana mempersiapkan organisasi HMI untuk selalu berpikir analitis, prediktif, dan visioner agar dapat berkiprah sesuai dinamika kekinian dan tantangan masa mendatang.
2.      Peranan HMI di Masa Sekarang
Takkala kehausan para kader HMI terhadap demokrasi mulai memudar, seperti yang pernah di tunjukkan oleh para pendahulu HMI, akan banyak suara-suara yang bergemuruh yang menyerukan agar HMI kembali ke masa jaya nya yang dulu, bukan tidak beralasan hal yang seperti itu terjadi, karena berjuta-juta rakyat Indonesia dapat merasakan apa yang diperjuangkan oleh HMI di masa dulu, namun ketika hal itu hilang di telan masa di tengan generasi penerusnya tentu menjadi sebuah kekecewaan bagi rakyat sera bagi pendahulu HMI.
Nurcholish Madjid pernah menggugat HMI dengan bahasa, ”Lebih baik HMI dibubarkan!”.[19] Kata-kata Cak Nur itu seperti menampar wajah HMI. Tentu saja itu merupakan kritik cukup telak terhadap HMI yang dianggapnya sudah menyimpang dari khitah dan telah kehilangan roh perjuangan. Kita, sebagai kader HMI, punya tanggung jawab dan tugas besar untuk memikirkan hal ini. Bukan saja sebatas wacana, tetapi lebih pada grand planning sebagai sandaran epistemologis untuk bertindak.
Ketua umum PB HMI Noer Fajriyansyah mengatakan bahwa HMI dimasa sekarang seperti serigala ompong yang hanya bias meraung, akan tetapi tidak mampu menggigit mangsanya (di kutip dari jambi ekspres online,opini Noer Fajriansyah ).
Ketika kader-kader HMI berteriak ”tegakkan hukum”, di saat yang sama kader HMI melabrak rambu-rambu hukum. Demikian pula, ketika HMI mengumandangkan ”berantas korupsi”, di saat yang sama banyak kader atau alumni HMI yang terlibat korupsi. Saya tidak bermaksud menguliti HMI dalam arti mencoba menguak borok dan bobrok organisasi yang didirikan Lafran Pane itu kepada publik. Saya juga tidak sedang mengadili HMI yang sudah mengalami kejumudan dalam berpikir dan ber karya. Baik buruknya HMI adalah tanggung jawab kita semua sebagai kader HMI. Apa yang saya ungkapkan ini adalah sebuah kenyataan empiris yang mau tidak mau harus kita sikapi bersama secara baik dan bijaksana sebagai bentuk tanggung jawab dan kecintaan kita terhadap HMI.
Maka mari secara bersama-sama sebagai kader HMI yang mempunyai beban secara moral terhadap perkembangan HMI agar kita dapat mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai oleh pendahulu HMI, agar kita tidak hanya bisa terlena dengan apa yang mereka capai, akan tetapi kita juga bisa memberikan yang terbaik untuk HMI seperti apa yang telah mereka berikan kepada HMI, karena kegagalan bukanlah milik orang yang tidak berhasil dalam melakukan sesuatu, akan tetapi kegagalan mutlak milik orang yang tidak pernah berani melakukan apapun untuk perubahan di masa yang akan dating. Berjayalah HMI yakin usaha sampai.

3.      Solusi Untuk Kemajuan HMI di Masa Yang Akan Datang
Bila para anggota HMI ingin menjadikan organisasi HMI menjadi Harapan Masyarakat Indonesia sebagaimana harapan Jenderal Besar Soedirman tentu para anggota HMI mesti kembali meneladani kepahlawanan dan keteladanan Prof. Drs. Lafran Pane selaku pendiri HMI. Kesederhanaan dan ketulusan perjuangan dan pengabdian Prof. Drs. Lafran Pane mestinya menjadi panutan bagi para anggota HMI. Intelektual muslim generasi ketiga yang membesarkan organisasi yang memiliki nama besar tidak saja bagi anggotanya, akan tetapi bagi bangsa Indonesia. Prof. Drs. Lafran Pane benar-benar menjadikan HMI menjadi Harapan Masyarakat Indonesia, tak pernah sekalipun mempergunakan HMI yang didirikan dan dibesarkannya untuk kepentingan pribadi dan kepentingan politiknya.Menjaga Independensi HMI menjadi anak kandung umat dan Harapan Masyarakat Indonesia.
Berkali-kali Prof. Drs. Lafran Pane diminta menjadi pejabat negara, bahkan jabatan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang ditawarkan kepadanya berkali-kali beliau tolak, karena beliau selaku pendiri HMI merasa khawatir akan berdampak bagi independensi HMI. Bila akhirnya beliau menerima jabatan selaku anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) bukan merupakan perwakilan partai politik manapun tetapi kita mencatat bahwa Prof. Drs. Lafran Pane adalah satu-satunya anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang merupakan wakil dari organisasi mahasiswa yaitu wakil Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dalam suasana bangsa Indonesia yang tengah berduka ditimpa oleh berbagai bencana patutlah bagi HMI untuk menggelar perhelatan akbarnya dalam suasana yang sederhana diliputi oleh semangat generasi muda yang peduli pada bangsanya serta jiwa-jiwa kepahlawanan bangsa Indonesia terutama kepahlawanan dan keteladanan pendiri HMI Prof. Drs. Lafran Pane.
HMI harus mampu mendiskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan komparatif sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Tentu saja, SDM sebagai khazanah intelektual yang dimilikinya itu tidak akan dapat dikembangkan oleh HMI bila organisasi ini tercabut akarnya dari kampus sebagai basis kekuatan intelektualitasnya. Dalam konteks ini, hemat kita, HMI sekarang harus berupaya keras merebut kembali tradisi intelektual yang pernah dimilikinya pada era 1960-an hingga awal 1970-an. Prinsip kembali ke kampus (back to campus) harus dipupuk melalui berbagai format aktivitas kemahasiswaan. Dalam hal ini orientasi kualitas harus dikedepankan daripada kuantitas.
Keberhasilan dalam perumusan kembali atau reorientasi tujuan jangka panjang organisasi HMI dapat terwujud jika HMI memiliki kemampuan dalam memahami, menguasai, dan mengarahkan potensi kekuatan yang selama ini pernah dimiliki HMI, yakni konsistensi-integralitas wawasan keislaman-kebangsaan, tradisi intelektual, dan independensinya. Untuk mencapai tujuan besar yang dicita-citakan organisasi HMI, barangkali perlu dikaji kembali lebih jauh kemungkinan HMI dapat memosisikan dirinya sebagai lembaga pendidikan nonformal, tempat menempa anggotanya menjadi insan akademis yang berkualitas di tengah umat dan bangsanya.
Dengan demikian, program kegiatan HMI tidak lagi masif, yang penuh dengan seremonial. Sebab, posisinya akan menjadi inner power atau kekuatan intelektual ummat Islam. Dengan kata lain, HMI akan menjadi semacam pusat unggulan (center of excellence) dan bukan hanya merupakan centerpiece (perhiasan di tengah meja). Dengan orientasi keislaman dan kekuatan intelektual, maka secara operatif akan lahir kader HMI yang dinamis, terbuka, dan demokratis, serta hanya tunduk pada kebenaran dari mana pun datangnya. Di sisi lain, semangat untuk mengimplementasikan fungsi kekhalifahan mengharuskan HMI bersifat inklusif dengan tetap mempertegas independensi organisasi.
Independensi HMI yang selama ini telah teruji keberadaannya dan semboyan juangnya sebagai "pemersatu umat dan bangsa" jangan sampai kendur. Artinya, meski harus menyatu dan menjadi salah satu faktor dalam membangun dinamika umat dan bangsa, jati diri dan wawasan keumatan serta kebangsaannya tidak larut dan terseret ke dalam "sektarianisme" baru





BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Dari awal mula didirikan, HMI sudah memiliki peranan penting bagi bangsa dan ummat hal ini di buktikan dari tidak pernah absennya HMI dalam setiap pergerakan anak bangsa dalam mewujudkan kemajuan bagi bangsa ini.
Diawali pada masa orde lama di bawah naungan Presiden Soekarno yang pernah meminta HMI menjadi bagian dari pengawal keamanan Negara, serta Soekarno pulalah yang pernah berniat untuk membubarkan HMI karena sikap HMI yang tidak bisa menerima sikapnya yang terlalu mengarah ke arah sekulerisme.
Dilanjutkan pada masa orde baru dibawah naungan Presiden Soeharto, yang mana HMI mengalami blunder secara internal yang di sebabkan oleh kebijakan pemerintah Soeharto yang menerapkan sistem azas tunggal yaitu pancasila bagi seluruh ormas, maka terbentuklah dualism HMI yaitu HMI-DIPO dan HMI-MPO yang kedua saling berseberangan, bahkan hingga sekarang azas HMI telah kembali berubah seperti semula sebagaimana awalnya sebelum terjadi perpecahan internal, namun keduanya tidak juga mampu bersatu kembali hingga sekarang, mungkin Allah lah kelak yang akan menyatukan keduanya.
Kemudian pada era reformasi dibawah naungan presiden Habibie, kedua HMI tersebut kembali berseberangan dalam menilik pemerintah Habibie, yang DIPO mendukung pemerintahan Habibie sedangkan yang MPO jelas-jelas menolak Habibie karena menganggap Habibie adalah antek-antek dari pada rezim Soeharto.
Pada era Gusdur hingga sekarang hal diatas kembali di oertontonkan oleh HMI, namun kali ini keterbalikannya, giliran DIPO yang tidak mendukung pemerinthan Gusdur namun MPO lah yang mendukung Gusdur.
Lain lagi dengan generasi penerus HMI dimasa sekarang, yang mulai melupakan tujuan didirikannya HMI mereka bergerak tanpa batas, sehingga HMI yang mulia bersih tanpa noda ini yang harus menaggung dosa yang mereke perbuat. Terlena dengan pencapaian yang pernah dicapai oleh alumni sehingga tidak mampu memberikan konstribusi yang besar bagi perkembangan HMI di masa sekarang.
Berilah perubahan kepada HMI wahai kader semua, ingat lah pendahulu kita yang pernah mendirikan HMI dengan cucuran keringat serta dengan air mata darah, tegakah kita mengkhianati perjuangan mereka, HMI adalah organisasi mulia yang tujuannya ikhlas lillahi ta’ala, jangan biarkan kita sendiri yang merusak HMI.
B.      SARAN-SARAN
Sejarah panjang yang pernah dilalui HMI adalah bahan renungan bagi seluruh generasi penerus, apakah di tangan kita HMI akan semakin Berjaya ataukah kita akan mengkhianati amanah dari pendahulu kita dengan membiarkan HMI lenyap di telan masa. Kita lah yang harus melakukan sesuatu agar HMI kembali berjaya.
Menelaah kembali peran dan fungsi kelahiran HMI yang merupakan organisasi tertua di Indonesia merupakan hal penting sebagai bahan instrospeksi diri bagi seluruh generasi penerus, jangan sampai generasi penerus hanya bisa terlena dengan pencapaian yang telah di capai oleh pendahulu HMI akan tetapi tidak mampu memberikan konstribusi besar yang dapat membangun dan member perkembangan bagi HMI serta bagi ummat dan bangsa.
Sejarah masa lalu harus dijadikan cermin sekaligus otokritik pada masa kini. Dengan demikian, kita bisa menjadikan sejarah sebagai alat untuk melakukan dialog dan analisis. Apa pentingnya HMI punya sejarah emas kalau kenyataannya hari ini lembaran sejarah itu hanya sebagai pengantar di forum-forum diskusi belaka.
Maka timbul sebuah harapan  yang menjadi tugas kita bersama sebagai kader HMI untuk mengembalikan HMI ke masa kejayaannya, sebagaimana yang di amanatkan dalam konstitusi BAB II Pasal 4 yaitu “ terbinanya insane akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terciptanya masyarakat adil dan makmur yang di ridhai oleh Allah SWT. “ BERJAYALAH HMI, YAKIN USAHA SAMPAI”



DAFTAR PUSTAKA
KAHMI Jawa Timur, Orde Baru dan Visi Masa Depan “sebuah renungan untuk generasi     penerus “  Jawa Timur: teknika desing & printing, cetakan 1997
Munafrizal,  Manan.  Gerakan Rakyat Melawan Elite, Yogyakarta : Resist Book, Cetakan Pertama,  2005
Sitompul, Agussalim.  Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia,  Jakarta : Integrita Press, 1997
Rusli, M. Karim.  HMI MPO Dalam pergulatan politik di Indonesia, Bandung:  Mizan, 1997
Saleh Hasanuddin M. HMI dan Rekayasa Azas Tunggal Pancasila, Yogyakarta ; kelompok studi lingkaran, 1996
Sitompul, Agussalim. Indikator Kemunduran HMI, Jakarta: Misaka galiza, 2005
Aritonang Diro, runtuhnya rezim soeharto, Pustaka hidayah, Bandung 1999
Antonie C.A. Dake, Soekarno File berkas-berkas Soekarno 1965-1967 ”kronologi suatu keruntuhan”, Jakarta: Aksara Taruna,  2005
Victor M.Fic pengantar John O Sutter. Kudeta 1 oktober 1965 “ sebuah studi tentang konspirasi “, Jakarta: Buku Obor Indonesia, 2005




[1] . Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia,  Jakarta : Integrita Press, 1997
[2] . Makmur Nasution. HMI sebagai Gerakan Intelektual, 2006 Diakses dari www.hmikomtpub.or.id,
[3] . My Kadekoh. Analisis Historis Gerakan New HMI, 2008 Diakses dari www.korkomhmiuii.multiply.

[4] . KAHMI Jawa Timur.  Orde Baru dan Visi Masa Depan ( sebuah renungan untuk genarasi penerus ) , 1997hal. 182 oleh Yusril Ihza Mahendra
[5] . Antonie C.A. Dake, Soekarno File”kronologi suatu keruntuhan”. Jakarta: Aksara Taruna, 2005 Hal.66

[6] . Munafrizal Manan.  Gerakan Rakyat Melawan Elite,  Yogyakarta : Resist Book, Cetakan Pertama, 2005  hal 183
[7] . Victor M.Fic. kudeta 1 oktober 1965 “ sebuah studi tentang konspirasi “,  Jakarta:  buku obor, 2005
[8] . al faqir illalah “ risalah pergerakan mahasiswa”  Jakarta: lingkar pena, 2007
[9] . Saleh Hasanuddin M. HMI dan Rekayasa Azas Tunggal Pancasila, Yogyakarta : kelompok studi lingkaran, 1996

[10] . Admin. Kalla Rangkul Akbar : Sambut Positif Islah HMI Dipo dan MPO. Dimuat di harian Kendari

[11] . Akral Ghiffary. HMI, Umat Islam dan The End Of History, 2007 Diakses dari www.hmiushuluddien. multiply.com

[12] . Aritonang Diro, runtuhnya rezim soeharto, Bandung: Pustaka hidayah. 1999 Hal.76
[13] . Aritonang Diro, runtuhnya rezim soeharto 1999. Pustaka hidayah. Bandung Hal. 184
[14] . al faqir illalah,  risalah pergerakan mahasiswa, Jakarta:  lingkar pena, 2007
[15] . Budi Gunawan S. HMI dan Kevakuman Ideologi, 2007 Diakses dari www.hmi-kab-bdg.web.id,

[16] . M. Rusli Karim.  HMI MPO Dalam pergulatan politik di Indonesia, Bandung: Mizan, 1997

[17] . M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam pergulatan politik di Indonesia, Mizan, 1997
[18] . Agussalim Sitompul, Indikator Kemunduran HMI. Jakarta: Misaka galiza, 2005

[19] . Dikutip dari http://www.jambiekspres.co.id/index.php/opini/18306-runtuhnya-tradisi-pemikiran-hmi.html